Tak Cukup Hanya Jadi Motivator!


Sangat penting membedakan antara peran seorang motivator dan inspirator. Pertama-tama, peran seorang inspirator di kantor adalah menginspirasi sehingga setelah mendengarkan sang inspirator, orang-orang akan merasa lebih percaya dengan kemampuannya.

Karena itulah, setelah mendengarkan seorang motivator, orang-orang mungkin akan berkata, “Wow. Motivator ini luar biasa sekali! Dia pintar dan sangat antusias!”. Tetapi, setelah mendengarkan seorang inspirator, maka seseorang akan berkata, “Wow. Sekarang saya tahu saya adalah orang yang hebat dan saya bisa meraih apa yang lebih baik dalam hidup saya!”

Selanjutnya, dalam menjalankan peran sebagai motivator, seorang pimpinan ataupun pembicara bisa saja terjebak dengan terlalu menonjolkan ke-aku-annya. Misalkan saja tatkala ia menceritakan kisah hidupnya, yang sangat spesifik yang dialaminya. Sekali lagi, hal ini perlu diwaspadai!

Misalkan seorang atasan yang menceritakan kisah suksesnya dengan bangga. Akibatnya, setelah sesi motivasi yang diberikan oleh si pimpinan itu kepada para sales-nya, merekapun berkata, “Iya, atasan kita mengalami kesulitan sejak masa kecil hingga termasuk dikejar-kejar tukang kredit. Tapi, apakah kita juga harus dikejar-kejar tukang kredit. Bagaimana kalau masa kecil dan masa lalu kita nggak seperti itu. Apa caranya agar termotivasi?”

Dan memang itulah jebakan yang seringkali terjadi pada seorang atasan yang berusaha memotivasi, yakni hanya menceritakan kisah hidupnya yang pahit namun tidak memberdayakan pendengarnya.

Tetapi, yang luar biasa adalah tatkala saya pernah mendengar seorang motivator (bagi saya, ia lebih tepat disebut inspirator) yang menceritakan masa kecilnya yang sulit, namun ia menambahkan, “Saya menceritakan kisah saya hanya untuk menjadi bukti bahwa saya pernah melewati apa yang saya katakan. Sekarang pengalaman saya tidak ada artinya bagi Anda tetapi apa yang penting adalah bagaimana Anda memaknai hidup Anda sekarang. Lihatlah lewat cerita ini apa yang bisa Anda lakukan? Bagaimanakah kehidupan Anda masing-masing bisa menjadi sumber inspirasi penting bagi hidup Anda sendiri”.

Dengan demikian, seorang motivator ‘seakan-akan’ berdiri di depan memotivasi, tetapi seorang inspirator ia seakan-akan berdiri di samping menjadi ‘guide’ dan berkata, “Yok. Aku dampingi kamu karena aku pernah berjalan dalam kondisi yang sama seperti kamu!”

Akhirnya, seorang motivator cenderung menggerakkan orang melalui kata-katanya, tetapi seorang inspirator justru berusaha mengerakkan orang melalui hidup dan integritasnya. Dan memang inilah yang paling sulit.

Untuk memahaminya, bandingkanlah antara Hitler dengan Mahatma Gandhi. Siapa bilang Hitler bukan seorang motivator yang bagus? Namun, ia tidak bisa dikatakan inspirator karena kekejaman dan kejahatan perang yang dilakukannya. Kehidupan Hitler bisa memotivasi, tetapi tidak menginspirasi.

Berbeda sekali dengan Mahatma Gandhi. Memang, kalimat-kalimatnya Gandhi pun sangat memotivasi, tetapi yang membuat orang lebih kagum padanya adalah tatkala ia menunjukkan bukti apa yang dikatakan melalui seluruh hidupnya.

Jadi, ketika menjadi seorang pemimpin, mari kita tidak berhenti hanya menjadi seorang motivator. Tapi, jadilah seorang inspirator yang sungguh memotivasi orang menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih optimal! Sayangnya, saat ini karena istilah motivator sudah terlanjur dipakai, mau tidak mau kita pun jadi berkompromi mengikuti istilah ‘motivator’ ini. Tapi, bagi Anda yang sudah membaca artikel ini, mari kita bedakan maknanya!

*) Anthony Dio Martin adalah trainer, inspirator, penulis buku-buku bestseller, bisa diakses di www.hrexcellency.com